Advokat, Konsultan Hukum, Konsultan HKI, Kurator dan Pengurus WA : 0813.17.906.136

Problematika Hak Konstitusional Atas Kesehatan


Oleh :
INDRA RUSMI. SH. MH – Advokat dan Akademisi
JOHAN IMANUEL. SH - Advokat
BIREVEN ARUAN, SH - Advokat
                         

Latar Belakang
                        Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada konteks Negara Indonesia, tujuan Negara tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengidentifikasikan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping harus diorientasikan pada tujuan yang hendak dicapai juga harus berdasarkan pada hukum yang berlaku sebagai aturan kegiatan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut, maka dilakukan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, termasuk di dalamnya adalah pembangunan kesehatan.
              Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi Negara karena salah satu faktor dalam pembangunan adalah manusia yang sehat dan berpendidikan. Masyarakat yang sehat akan bisa berbuat apa saja untuk mencapai harapan hidup, sebaliknya masyarakat yang tidak sehat akan mengalami keterlambatan dalam segala hal. Posisi kesehatan yang menduduki tangga pertama dari pembangunan manusia, maka kesehatan diakui secara global sebagai Hak Asasi Manusia. Ditegaskan dalam konstitusi World Health Organization (WHO) 1948, bahwa memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak asasi bagi setiap orang.
            Konsep jaminan sosial dalam arti luas meliputi setiap usaha di bidang kesejahteraan sosial untuk meningkatkan taraf hidup manusia dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, dan kemiskinan. Konsep ini belum dapat diterapkan secara optimal di Indonesia, karena keterbatasan pemerintah di bidang pembiayaan dan sifat ego sektoral dari beberapa pihak yang berkepentingan dalam jaminan sosial. Konsep Negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (sosial services), melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.

Aspek Penting Dalam Konstitusi
            Pada dasarnya terdapat beberapa aspek penting terkait pemenuhan hak konstitusi dan perlindungan hukum dalam rangka terselenggaranya program BPJS. Pertama, amanat konstitusi yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa cita-cita luhur bangsa adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya. Tercermin dalam Pancasila sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 juga memiliki beberapa Pasal yang menjadi landasan diperlukannya program BPJS sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Pasal 28 H ayat (1) secara langsung mengatakan bahwa jaminan sosial menjadi hak setiap manusia. Pada Pasal 34 ayat (1) kembali disebutkan landasan konstitusional diperlukannya sistem jaminan sosial. Landasan konstitusional selanjutnya yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Dengan latar belakang untuk membangun sistem yang komprehensif dan memberi “rasa aman” (security) yang lebih luas.
             Kedua, aspek kebutuhan rakyat, jaminan sosial merupakan kebutuhan bagi masyarakat. Jaminan sosial dibutuhkan secara menyeluruh dan tidak terfragmentasi. Aksesabilitas masyarakat yang berbeda karena perbedaan kemampuan ekonomi, letak geografis, dan perbedaan ketersediaan fasilitas, mendorong perlunya jaminan yang sama bagi setiap individu. Jaminan ini dibutuhkan karena setiap individu memiliki kemungkinan masuk dalam kategori masyarakat rentan dalam menghadapi resiko sosial dalam hidupnya.       Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat” dan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan: “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Permasalahan yang Timbul :
P
            Permasalahan yang timbul pada saat ini dalam pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System) :
1.      Penolakan pasien tidak mampu di fasilitas pelayanan kesehatan hal ini dikarenakan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Peraturan presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat fakir miskin sebagai PBI padahal menurut BPJS, fakir miskin ada 96,7 juta. Pelaksanaan BPJS tahun 2014 didukung pendanaan dari pemerintah sebesar Rp. 26 trliun yang dianggarkan di RAPBN 2014. Anggaran tersebut dipergunakan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp. 16.07 trliun bagi 86,4 juta masyarakat miskin sedangkan sisanya bagi PNS, TNI dan Polri. Pemerintah harus secepatnya menganggarkan biaya kesehatan Rp. 400 milyar untuk gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang). Dan tentunya jumlah fakir miskin yang dicover oleh BPJS kesehatan harus dinaikkan menjadi 96,7 juta.
2.      Dalam pelaksanaan secara teknis maka mengacu kepada Undang-Undang BPJS dan Perda terkait, dimana anak terlantar dan gelandangan/pengemis (gepeng) serta orang yang gila (gangguan jiwa) itu menjadi tanggung jawab negara atau pemerintah daerah, sehingga bagi mereka yang mempunyai identitas (KTP dan KK) maka akan di berikan kartu miskin atau warga tidak mampu. Namun bagi anak-anak terlantar, gepeng dan orang yang gila (gangguan jiwa) yang tidak mempunyai kartu identitas maka mereka akan di data oleh dinas sosial setempat dan menjadi tanggungan pemerintah daerah melalui Deparrtemen Sosial.
3.      Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas klinik) maupun PPK II (Rumah Sakit) sampai saat ini masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena dibilang penuh oleh RS, bukanlah hal yang baru dan baru sekali terjadi. Ditambah dengan antrian yang cukup banyak pada saat mendaftar di kantor BPJS untuk melakukan pendaftaran awal pembuatan BPJS Kesehatan antrian sangat panjang, tempat duduk ruang tunggu sangat minim. Kemudian di pelayanan Puskesmas maupun rumah sakit, pasien harus menunggu antrian yang cukup lama pada saat akan melakukan pengobatan, menunggu antrian awal pendaftaran cukup lama dan juga pada saat menunggu antrian pengambilan obat.
4.      Perihal obat-obatan tidak semua tercover oleh BPJS, terdapat keluhan dari Masyarakat kurang mampu yang harus menanggung biaya pembelian obat-obatan yang harganya cukup mahal, sehingga bagi PBI yang tidak mampu membeli obat pada akhirnya tidak melakukan pembelian obat tersebut, (Keluhan dari Ny. Titin Perihal Putranya yang sakit lumpuh dari tahun 2011 Hingga sekarang (Pasien PBI), warga Cipayung Rt.07 Rw.04 Cipayung Jakarta Timur). ( sumber hasil wawancara )

Pemenuhan Hak Kostitusional Warga Negara yang Ideal Dikemudian Hari
                     Pelayanan kesehatan BPJS mempunyai sasaran didalam pelaksanaan akan adanya sustainibilitas operasional dengan memberi manfaat kepada semua yang terlibat dalam BPJS, pemenuhan kebutuhan medik peserta, dan kehati-hatian serta transparansi dalam pengelolaan keuangan BPJS. Perlu perhatian lebih mendalam dalam pelaksanaan terhadap system pelayanan kesehatan (Health Care Delivery System), sistem pembayaran (Health Care Payment System) dan sistem mutu pelayanan kesehatan (Health Care Quality System). Mengingat pelaksanaan BPJS dikeluarkan melalui Undang-Undang dimana bersifat mengatur sedangkan proses penetapan pelaksanaan diperkuat melalui surat keputusan atau ketetapan dari pejabat Negara yang berwenang seperti peraturan pemerintah dan peraturan presiden setidaknya minimal 10 regulasi turunan harus dibuat untuk memperkuat pelaksanaan BPJS.
                    Menurut Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report/HDR) tahun 2011 untuk Program Pembangunan PBB (UNDP), menunjukan bahwa di Indonesia terdapat 48,35 juta (20,8 persen) orang miskin multi dimensi, yakni yang di ukur menurut indikator penghasilan, pendidikan, dan usia harapan hidup. Sedangkan presentasi fakir miskin di tahun 2011 menurut BPPS lebih kecil lagi yaitu 12,49 persen (30,3 juta orang) dari 237 juta jiwa.Walaupun ini angka besar, jumlah fakir miskin sebenarnya terus menurun dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia Indonesia yang meningkat hamper 50 persen dalam kurun waktu 31 tahun ( 1980 – 2011/ (0,432 – 0,617).
            Pengalaman Negara maju dan berkembang membuktikan bahwa meskipun mekanisme pasar mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang optimal, ia selalu gagal menciptakan pemerataan pendapatan dan memberantas masalah sosial. Fakir miskin dan penyandang masalah Kesejahteraan Sosial adalah kelompook yang tidak tersentuh oleh strategi pembangunan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Kelompok rentan ini, karena hambatan fisiknya (orang cacat), kulturalnya (suku terasing) maupun strukturalnya (pengangguran), tidak mampu merespon secepat perubahan sosial di sekitarnya, termarjinalkan dalam proses pembangunan yang tidak adil.
            Pemenuhan Hak Konstitusional Bagi Masyarakat Berdasarkan Pasal 28H  Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang akan datang adalah setiap warga negara dijamin oleh negara atas jaminan sosial tanpa membedakan status sosial, suku, agama, ras dan golongan, sehingga jaminan sosial adalah merupakan suatu tanggung jawab negara untuk melindungi warga negara dari ancaman terhadap kemiskinan, kesehatan maupun bencana. Inilah yang dinamakan Baldatun warofun ghofur, atau sejalan dengan cita-cita Negara Republik Indonesia yang tertuang pada Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu Adil dan Makmur.

Beberapa Rekomendasi yang diperlukan antara lain :

1. Menegakan Kepatuhan Hukum Terhadap Stakholders, sehingga satu sama   lain saling mendukung untuk mencapaiUniversal Health Coverage(UHC);
2. Memperbaiki akurasi data peserta, perlu terus melakukan verifikasi dan validasi data kepesertaan peserta (baik PBI maupun Jamkesda), agar tidak terjadi kepesertaan ganda atau sebaliknya (mengabaikan masyarakat yang sebenarnya berhak menerima bantuan iuran);
3. Memperbaiki regulasi, BPJS Kesehatan perlu melakukan revisi regulasi, sehingga ada sanksi yang tegas bagi pemerintah daerah dan lembaga terkait yang tidak mendukung Program JKN/KIS.
4. Meningkatkan kualitas SDM dan mendorong terciptanya SDM yang profesional yang ditempatkan pada mitra kerja seperti: rumah sakit dan puskesmas, agar dapat memberikan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat
5. Pemerintah disarankan untuk meningkatkan anggaran pelayanan kesehatan sebesar Rp. 400 milyar untuk  gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asuhan, panti jompo dan penghuni lapas (jumlahnya sekitar 1,7 juta orang) dari APBN termasuk anggaran terhadap fakir miskin harus dinaikkan menjadi 96,7 juta.  
6. Pemerintah disarankan mencontoh pengelolaan dana pelayanan kesehatan seperti negarMalaysia yang sudah lebih tingkat kesadaran akan kesehatan.



Foto dari Kiri ke Kanan : Indra Rusmi, S.H., M.H, Bireven Aruan, S.H dan Johan Imanuel, S.H.



Share:

Kontak Kami :

Email : info@konsultan-hukum.com dan konsultasihukum24jam@gmail.com

Konsultan Kekayaan Intelektual

IPLC Law Firm

Legal Trust

Popular Posts

Recent Posts