Advokat, Konsultan Hukum, Konsultan HKI, Kurator dan Pengurus WA : 0813.17.906.136

Jasa Perjanjian Bipartit bagi Perusahaan

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. (Pasal 1 angka 10 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).

Berdasarkan Pasal 162 ayat 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan sebagai berikut : Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Jadi berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU PPHI dan Pasal 162 ayat 4 UU Ketenagakerjaan, jika seorang buruh sudah mengundurkan diri atas kemauan sendiri kemudian setelah dirinya mengundurkan diri secara baik-baik dengan mengajukan surat resmi pengunduran dirinya lalu kemudian setelah pengunduran dirinya tersebut dirinya meminta perundingan bipartit, maka perundingan bipartitnya tersebut tidak bisa dilakukan karena sudah tidak ada hubungan hukum apa-apa lagi antara mantan karyawan dan perusahaannya tempat dahulu bekerja.

Jika perusahaan membutuhkan Jasa Konsultasi Hukum Bipartit, Tripartit atau bahkan bantuan hukum untuk menjawab gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial kami siap untuk membantu : Silahkan kontak WA kami di : 0813.17.906.136





Share:

Membuktikan Adanya Unsur Penipuan di dalam Pasal 1320 KUHPer


Dalam Pasal 1320 KUH Perdata ini Syarat sah suatu perjanjian dibagi dua yaitu syarat sah yang bersifat subjektif dan syarat sah yang bersifat objektif. Adapun syarat sah subjektif yaitu ada dua :

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

(Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan dewasa menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi wanita.

Sedangkan menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun bagi wanita.

Sedangkan syarat sah objektif adalah mengenai objek di dalam perjanjian itu sendiri yaitu :


3.Adanya Obyek/Perihal Tertentu

Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.

Selain itu Objek atau perihal tertentu harus mengacu kepada Pasal 1332, 1333 dan 1334 ayat (1).

Pasal 1332 KUHPer :
"Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok persetujuan".

Pasal 1333 KUHPer :
"Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung".
Pasal 1334 KUHPerdata :
"Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan".
Dengan demikian, Objek perjanjian itu haruslah :
- Dapat diperdagangkan.
- Dapat ditentukan jenisnya.
- Dapat dinilai dengan uang
- Memungkinkan untuk dilakukan/dilaksanakan.


4.Adanya kausa yang halal.

Harus memperhatikan Pasal 1337 KUH Perdata :
"Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum" 
dan Pasal 1335 KUH Perdata :
(Catatan : Pasal 1335 harus menjadi patokan dalam membuat klausa yang halal yaitu "Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan".

Jika ada dalam perjanjian yang dibuat maka berdasarkan syarat sah objektif suatu perjanjian maka perjanjian ini batal demi hukum maka artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Dalam prakteknya terkadang seseorang yang memiliki niat jahat untuk melakukan penipuan menggunakan dokumen palsu dalam mengadakan sebuah perjanjian, maka dengan adanya penggunaan dokumen palsu seperti menjaminkan sertifikat tanah palsu maka seseorang tersebut telah jatuh kedalam tindakan Pidana sesuai dengan Pasal 378 KUHP, karena telah ada unsur rangkaian kebohongan ketika membuat sebuah perjanjian. Maka dengan demikian sesuai dengan syarat objektif ini maka perjanjian yang di buat batal demi hukum. Sehingga surat perikatan perjanjian ini dapat meniadakan unsur Perdata dan berubah menjadi unsur Pidana.


JIKA ANDA MEMERLUKAN KONSULTASI HUKUM KARENA ANDA TERTIPU SILAHKAN KONTAK KAMI VIA WA : 0813.17.906.136 KAMI AKAN MEMBANTU PERMASALAHAN ANDA DENGAN BIAYA YANG MURAH.


Share:

Putusan Vrijspraak

Putusan Vrijspraak adalah putusan yang memuat pembebasan si terdakwa. Putusan ini diatur di dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”


Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

Menurut (Samosir, 2013) penerapan putusan Vrijspraak dalam hukum pidana adalah berdasarkan azas tiada seorang dapat dipidana tanpa kesalahan yang dikenal dengan "keine strafe ohne schuld" atau "geen straf zonder schuld" atau "nulla poena sine culpa". Ini merupakan salah satu asas yang dianut dalam hukum pidana indonesia. Asas ini menunjukkan bahwa seseorang hanya dapat dihukum atas perbuatannya apabila pada dirinya terdapat kesalahan (Belanda; schuld). Dengan kata lain, untuk dapat dihukumnya seseorang maka selain ia harus telah melakukan perbuatan yang diancam pidana (Belanda; strafbaar handeling) juga padanya terdapat sikap batin yang salah. Hal yang berkenaan dengan sikap batin yang salah ini dinamakan juga pertanggung jawaban pidana (inggris; criminal liability).
 
Kesalahan adalah dasar untuk pertanggungjawaban. Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya. Mengenai keadaan jiwa dari seseorang yang melakukan perbuatan, lazim disebut sebagai kemampuan bertanggung jawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya itu merupakan kesengajaan, kealpaan, serta alasan pemaaf.

Dengan demikian, untuk menentukan adanya kesalahan, dalam pidana subjek hukum harus memenuhi beberapa unsur, antara lain: 1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, 2) Perbuatannya tersebut berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); 3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.

Ketiga unsur ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, dimana unsur yang satu bergantung pada unsur yang lain. (Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung). Dalam (http://www.gresnews.com/berita/tips/1447318-pengertian-kesalahan-menurut-hukum-pidana/0/#sthash.RBZOZzjk.dpuf).
 
Jika anda memerlukan Jasa Advokat atau pengacara bisa kontak kami via WA :
0813.17.906.136
Share:

Pidana Tambahan didalam UU Tipikor

Pidana Tambahan di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 10.b yaitu terdiri dari :

1.    Pencabutan hak-hak tertentu.
2.    perampasan barang-barang tertentu.
3.    Pengumuman putusan hakim.
 
Karena UU Tipikor merupakan UU khusus maka berlaku "azas lex specialis derogat lex generalis", maka hakim dalam memutuskan adanya Pidana Tambahan hendaknyalah mengacu kepada Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999.

Pidana tambahan berkenaan dengan Tindak Pidana Korupsi dijelaskan di dalam Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yaitu sebagai berikut :


(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai
pidana tambahan adalah :

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

Jika anda membutuhkan jasa pengacara Tipikor bisa kontak kami di SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136
Share:

Tafsir Pasal 351 KUHP

Pasal 351
(1).Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
(2).Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
(3).Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(4).Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5).Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat di hukum.




Tafsir Pasal 351 KUHP menurut Yurisprudensi :

Penganiayaan (mishandeling) :

-  Sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan)
Contoh : Misalnya mendorong terjun kekali sehingga basah, menyuruh orang berdiri diterik matahari    dan lain sebagainya.

-  Menimbulkan rasa sakit
Contoh : Menyubit, menempeleng, memukul.

-  Menimbulkan luka
Contoh : Mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dll.

-  Dan menurut ayat (4) adalah  sengaja merusak kesehatan orang








Penganiayaan menurut Pasal 351 adalah bentuk "Penganiayaan Biasa’’.

Sedangkan jika menimbulkan luka berat maka dapat dikenakan Pidana dengan Pasal 354 (penganiayaan Berat).

Sedangkan jika menimbulkan kematian dapat dipidana dengan Pasal 388 (pembunuhan)

Jika supir lalai mengendarai kendaraan dan menyebabkan kematian orang lain maka dapat dikenakan Pasal 359  (karena salahnya menyebabkan matinya orang lain)


Adapun bunyi Pasal 359 KUHP menyatakan: “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”

Menurut R. Soesilo (1996), kematian dalam konteks Pasal 359 KUHP tidak dimaksudkan sama sekali oleh pelaku. Kematian tersebut hanya merupakan akibat kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa). Jika kematian itu dikehendaki terdakwa, maka pasal yang pas adalah 338 atau 340 KUHP.





Percobaan malakukan "Penganiayaan biasa’’ ini tidak dapat dihukum, demikian pula percobaan melakukan "Penganiayaan ringan’’ (pasal 352). Akan tetapi percobaan pada penganiayaan tersebut dalam pasal 353,354,355 dihukum
Share:

Jasa Pengacara Artis

Jika anda memerlukan jasa pengacara artis, kami bisa membantu anda untuk menjadi pengacara artis. Pengacara kami telah banyak membantu artis-artis terkenal Ibu Kota untuk menyelesaikan berbagai kasus yang dihadapinya. Jika anda membutuhkan jasa pengacara artis jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi kami segera di SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136
Share:

Definisi Saksi dalam KUHAP

Di dalam Pasal 1 angka 26 di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana saksi didefinisikan sebagai :
"Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan  penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang  suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri".

Kemudian didalam Pasal 1 angka 27 disebutkan pula :
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.

Lalu apakah seorang saksi yang tidak mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri dapat disebut sebagai saksi ?

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 atas uji materi KUHAP. menyebutkan bahwa definisi saksi juga termasuk orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, tetapi juga setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan dengan tersangka/terdakwa.

Mahkamah Konstitusi menilai pengertian saksi yang menguntungkan dalam Pasal 65 KUHAP tidak dapat ditafsirkan secara sempit dengan mengacu Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Sebab, arti penting saksi bukan terletak pada apa yang dilihat, didengar, atau dialami sendiri peristiwa pidana, melainkan relevansi kesaksiannya.

Definisi saksi yang menguntungkan yang diatur Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP tidak harus dikualifikasikan sebagai orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri suatu peristiwa pidana seperti diatur dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP.

Didalam Pasal 65 KUHAP disebutkan pula bahwa :

"Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang  memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya".

Kemudian di Pasal 116 ayat (3) disebutkan bahwa :

Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.

Kemudian di Pasal 116 ayat (4) disebutkan bahwa :

Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.

Sehingga, Seorang tersangka berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas, dapat menghadirkan saksi yang dapat menguntungkan dirinya, walaupun saksi tersebut tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu tindak pidana, namun seorang penyidik wajib melihat relevansi kesaksiannya.

Sebagai contoh, misalkan jika saksi ternyata mendengar dan melihat suatu kejadian pidana tidak secara langsung namun melalui rekaman suara atau rekaman gambar, selama rekaman suara dan gambar tersebut dapat dibuktikan ternyata otentik maka saksi yang tidak mendengar secara langsung dan melihat dan mengalami secara langsung tersebut, maka dapat dikualifikasikan sebagai saksi.

Begitu juga seorang saksi yang membuat sebuah kebijakan, namun saksi tersebut tidak melihat, mendengar dan mengalami suatu dugaan tindak pidana maka dapat dihadirkan sebagai saksi.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas, maka definisi saksi bukan hanya saksi fakta namun saksi alibi pun dapat diperdengarkan kesaksiannya dalam proses penyidikan dan persidangan.

Dalam Putusannya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelfa mengatakan bahwa :

Menegasikan hak tersangka/terdakwa untuk mengajukan saksi/ahli yang menguntungkan dalam tahap penyidikan dan hanya memanggil saksi yang menguntungkan di proses persidangan saja merupakan pelanggaran terhadap Pasal 1 angka (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Anda membutuhkan Pengacara ? Kontak kami di SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136



Share:

Dua Jenis Delik Aduan

Menurut R. Soesilo Delik aduan di dalam Buku (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 87) itu dibagi kedalam dua jenis yaitu :


a.    Delik aduan absolut, adalah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya, 332, 322, dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi: “..saya minta agar peristiwa ini dituntut”.
Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya, jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap perzinahan (Pasal 284 KUHP) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan penuntutan.
b.    Delik aduan relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam Pasal 367 KUHP (Pencurian dalam keluarga), lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411 KUHP. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah. Misalnya, seorang bapak yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362 KUHP) oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini harus berbunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”.
Untuk delik aduan, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia. Atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia. Dan orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Share:

Jasa Pengacara di Bidang Korupsi

Jika anda terkena kasus korupsi, kami bisa membantu untuk mempertahankan hak-hak anda agar anda bisa dengan adil diperlakukan. Segera hubungi kami, kami akan menghubungkan anda dengan Pengacara spesialis bidang korupsi. Biaya pendampingan yang kami berikan kami berikan dengan seoptimal dan semaksimal mungkin untuk memberikan jalan keluar dan putusan yang seadil-adilnya bagi anda. Segera hubungi jasa pengacara korupsi kami di SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136
Share:

Proses Eksekusi Hak Tanggungan Rumah

Objek Hak Tanggungan :

Berdasarkan Pasal 4 (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITANDENGAN TANAH dinyatakan bahwa :
 
Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :
 
1. Hak Milik.
2. Hak Guna Usaha.
3. Hak Guna Bangunan. 

Biasanya ketika kita meminjam uang ke bank suka menjaminkan Sertifikat Hak Milik dari rumah kita tersebut, sehingga jika kita wanprestasi, Bank dapat menjual rumah kita tersebut melalui prosedur lelang. Dan lelang ini dinamakan dengan Lelang Eksekusi yaitu lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun dasar hukum lelang eksekusi ini adalah Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 tentang HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITANDENGAN TANAH.

Adapun bunyi pasal 6 tersebut adalah :

Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.


Metode Lelang Eksekusi ialah melalui Parate Eksekusi,[8] yaitu Pemegang Hak Tanggungan, dalam hal ini Bank, menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil pelelangan umum tersebut. Parate Eksekusi tersebut dilaksanakan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 20 (1) dinyatakan bahwa :
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.

Pada dasarnya metode Lelang Eksekusi tersebut memiliki prinsip yaitu proses Lelang Eksekusi tanpa campur tangan Pengadilan, dalam hal ini  yaitu eksekusi dilakukan tanpa persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri (fiat Ketua Pengadilan Negeri).  

Jika anda keberatan atau menolak dengan upaya pelelangan ini, maka Bank pada prakteknya akan mengupayakan alternatif pelaksanaan lelang dengan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri. Dimana Pengadilan Negeri akan menyampaikan aanmaning kepada debitur agar debitur datang menghadap pada hari yang ditentukan dan melaksanakan kewajibannya pada Bank, apabila aanmaning tidak dipatuhi oleh debitur, maka Pengadilan Negeri akan melakukan sita eksekusi atas jaminan debitur tersebut. 

Jika anda membutuhkan bantuan pengacara untuk menolak upaya pelelangan oleh Bank ini maka tim pengacara kami bisa membantu anda : Silahkan SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136 kami akan membantu anda.
 

Share:

Proses dan Jangka Waktu Pemeriksaan Merek di Pengadilan Niaga dan MA


Share:

Perjanjian Utang Piutang

Pengertian Utang Piutang dapat kita temukan dalam Pasal 1721 KUHPer yang berbunyi sebagai berikut : “ Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis pemakaian dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengemballikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula”

Didalam Pasal 1721 KUHPer Pengertian Utang Piutang disamakan dengan perjanjian pinjam meminjam.

Dalam Perjanjian Utang Piutang antara pemberi utang dan penerima utang biasanya dilakukan dengan sebuah perjanjian.

Adapun dasar hukum perjanjian atau kontrak terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yaitu yang berbunyi sebagai berikut : "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih".


Dalam membuat perjanjian utang piutang haruslah didasarkan kepada Pasal 1320 KUHPer yang memuat ketentuan sebagai berikut :

1.    Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.

Kata sepakat tersebut dapat batal apabila terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan dan kekhilafan. Dalam Pasal 1321 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan secara kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan/penipuan.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung  salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah ini, yaitu :

a. Unsur paksaan (dwang)
Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang dilarang oleh undang-undang.

b. Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang (subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum).

c. Unsur penipuan (bedrog)

Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.

Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454 KUHPerdata.

2. Kecakapan untuk membuat perikatan.
Seseorang dikatakan telah cakap hukum apabila telah berumur minimal 21 tahun, atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan

3. Suatu hal tertentu.
Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas.

Artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terperinci (jenis, jumlah, harga) atau keterangan terhadap objek sudah cukup jelas, dapat diketahui hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4.  Suatu sebab yang halal.
Adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan atau perbuatan melawan hukum dan bahwa isi daripada perjanjian tersebut harus mempunyai tujuan/causa yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum.


Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, apabila salah satu tidak dipenuhi maka salah satu pihak dapat dimintakan pembatalan (canceling), dalam Pasal 1454 KUH Perdata, jangka waktu permintaan pembatalan perjanjian dibatasi hingga 5 tahun, sedangkan dua syarat yang kedua, dinamakan syarat-syarat objektif, apabila salah satu tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum yang artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada (null and void).
Ke 4 syarat tersebut diatas menjadi dasar untuk membuat surat perjanjian utang piutang. Jadi jika nanti si penerima utang ingkar janji untuk membayar utangnya, maka si pemberi utang dapat melakukan teguran/somasi kepada si penerima utang atau bahkan menggugat ke Pengadilan Negeri.

Jika yang meminjam uang lalai tidak mengembalikan uang pinjaman dari kita maka dalam Hukum Perdata dinamakan dengan Wanprestasi. Pengertian Wanprestasi :

Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.

Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.

Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.


Bentuk-bentuk Wanprestasi:
1.Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:

 1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
 2.  Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.

Isi Peringatan:
1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).


Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

Adapun bunyi pasal 1238 KUHPerdata adalah :

"Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan"

Pasal 1243 KUHPerdata :

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

 Selain itu, kreditor berhak meminta ganti rugi sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata

Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243  KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).

–   Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.

–   Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.

–   Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.


Didalam Pasal 1381 KUH Perdata disebutkan 10 cara penghapusan suatu perikatan yaitu :

1. Pembayaran, merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela,
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
3. Pembaharuan utang,
4. Penjumpaan utang atau kompensasi,
5. Percampuran utang,
6. Pembebasan utang,
7. Musnahnya barang yang terutang,
8. Batal/ pembatalan,
9. Berlakunya suatu syarat batal,
10. Lewat waktu.

Jika anda merasa kesulitan untuk menagih hutang anda, anda bisa kontak kami di SMS/WA/LINE : 0813.17.906.136 


Share:

Perbedaan Penerapan Pasal 207 KUHP dengan Pasal 316 KUHP dan Pasal 27 (3) UU ITE tentang Penghinaan

Berdasarkan Pasal 207 KUHP dinyatakan bahwa : "Barang siapa dengan sengaja dimuka umum, dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan yang ada di Negara Indonesia atau sesuatu majelis umum yang ada di sana, dihukum penjara selama-lamnya satu tahun enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500"

Berdasarkan Penjelasan R. Soesilo, menghina dengan lisan atau tulisan sama halnya dengan menyerang nama baik dan kehormatan dengan kata-kata atau tulisan. Agar penghinaan tersebut dapat dihukum harus dilakukan dengan sengaja dan di muka umum, jika dilakukan dengan tulisan, misalnya dengan surat kabar, majalah, pamfelt dan lain-lain harus dibaca oleh khalayak ramai.

Soesilo menambahkan bahwa obyek-obyek yang dihina itu adalah sesuatu kekuasaan (badan kekuasaan pemerintah) seperti: Gubernur, Residen, Polisi, Bupati, Camat dan sebagainya, atau suatu majelis umum (parlemen, Dewan Perwakilan Rakyat, dan sebagainya). Penghinaan tersebut bukan mengenai orangnya. Jika yang dihina itu orangnya sebagai pegawai negeri yang sedang melakukan kewajiban yang sah, maka pelaku dikenakan Pasal 316 KUHP.
 Adapun Pasal 316 KUHP menyatakan bahwa : "Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal di atas dalam bab ini, dapat ditambah dengan sepertiga bila yang dihina itu adalah serang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang sah. (KUHP 92, 310 dst., 315, 319, 488.)
Selain itu jika penghinaan menggunakan sarana teknologi seperti Handphone atau internet maka dapat dikenakan pula dengan Pasal 27 ayat 3 di dalam UU ITE.

Sedangkan jika penghinaan ditujukan kepada orangnya langsung (PNS) maka akan dikenakan dengan pasal 27 ayat 3 dalam UU ITE. Contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kendal Nomor: 232/Pid.B/2010/PN.Kdl, terdakwa terbukti melakukan penghinaan terhadap seorang pegawai pemerintah daerah Kabupaten Kendal. Majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa Hak telah mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan”, yakni sengaja menghina seorang pegawai pemerintah daerah melalui pesan singkat (SMS) dengan kata-kata yang tak pantas. Dalam hal ini terdakwa terbukti telah melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp. 1 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.

Selain itu, ada putusan Pengadilan Negeri Nomor 292/Pid.B/2004/PN.Rbi yang menekankan pentingnya penyebutan nama yang dibarengi tuduhan, untuk menentukan muatan pencemaran nama baik atau penghinaan. Tanpa adanya penyebutan nama secara langsung yang dibarengi tuduhan, maka sebuah pernyataan tidak bisa dianggap memiliki muatan penghinaan sebagaimana diatur dalam pasal 27 Ayat 3 UU ITE.


Demikian penjelasan antara kaitan Pasal 207 KUHP dengan Pasal 316 KUHP serta Pasal 27 (3) UU ITE. Jika anda memerlukan konsultasi hukum mengenai penghinaan ini anda bisa WA/SMS/LINE ke nomor : 0813.17.906.136
Share:

Jasa Pembuatan Perjanjian Kontrak Bisnis

Kami menyediakan bantuan untuk jasa pembuatan perjanjian kontrak bisnis, kenapa pembuatan kontrak bisnis itu sangat penting ? karena berdasarkan Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memenuhi syarat-syarat sah yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPdt yaitu :

a. Kesepakatan atau persetujuan Para Pihak.
b. Kecakapan Para Pihak dalam membuat suatu Perjanjian.
c. Suatu hal tertentu ;
d. Suatu causa atau sebab yang halal ;


Selain itu, dalam perjanjian bisnis terdapat juga adanya azas kebebasan berkontrak. Azas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Menurut Subekti, pasal tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang.

Suatu Asas kebebasan berkontrak tetap harus berpedoman kepada pasal-pasal lain yaitu :
  1. Pasal 1320 KUHPerdata, mengenai syarat sahnya perjanjian (kontrak)
  2. Pasal 1335 KUHPerdata, yang melarang dibuatnya kontrak tanpa causa, atau dibuat berdasarkan suatu kausa yang palsu atau terlarang, dengan konskuensi tidaklah mempunyai kekuatan
  3. Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
  4. Pasal 1338 (3) KUHPerdata, yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik.
  5. Pasal 1339 KUHperdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud dalam pasal 1339 KUHPer bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatikan.
  6. Pasal 1347 KUHper mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukan ke dalam kontrak (bestandig gebruiklijk beding)


Jika anda memerlukan bantuan kami, anda dapat mengirimkan pesan ke SMS/WA atau LINE : 0813.17.906.136
Share:

Jasa Penagihan Piutang Bagi Perusahaan

Pernahkah perusahaan anda sulit untuk melakukan tagihan piutang terhadap klien anda ? jika iya, maka kami bisa memberikan solusi untuk melakukan penagihan terhadap piutang yang dihadapi oleh perusahaan anda. Piutang yang belum juga dibayarkan oleh pelanggan atau nasabah anda bisa merupakan sebuah kerugian terhadap siklus neraca keuangan, jika hal ini dibiarkan terus-menerus, tidak mustahil akan merugikan jalannya perusahaan dan akibat terburuk adalah perusahaan anda bisa bangkrut bahkan pailit dengan adanya piutang yang sulit untuk ditagihkan ini. Kami memiliki solusinya, dengan bantuan pengacara kami, maka tagihan piutang perusahaan anda akan dengan mudah dibayarkan. Karena, biasanya setelah pengacara kami mengirimkan surat somasi/surat teguran maksimal 3 kali dan jika akan dilakukan gugatan perdata ke pengadilan, maka biasanya pelanggan atau klien anda yang sulit untuk membayarkan piutangnya akan segera membayarkan piutangnya. Jika anda memerlukan bantuan kami maka silahkan WA/LINE/SMS ke nomor kami : 0813.17.906.136
Share:

Jika kita Tidak Bisa Bayar Hutang Kita Tidak Bisa Dipidanakan

Perjanjian hutang piutang termasuk kedalam perkara perdata, seseorang tidak dapat melaporkan kepolisi atau mempidanakan kita jika kita tidak dapat membayar hutang tersebut jika kita wanprestasi. Hal ini didukung pula oleh beberapa keputusan Yuresprudensi sebagai berikut : 


1. Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
 
2. Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September 1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”

3. Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986 menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”

Jika ada pihak yang akan melaporkan anda kepada Polisi dengan alasan anda tidak bisa membayar hutang, biasanya pihak kepolisian akan menolaknya dengan alasan ini merupakan masalah perdata.

Adapun dasar gugatan perdata wanprestasi karena hutang piutang ini adalah sebagai berikut :

Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), berbunyi:
 
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”

Dalam gugatan yang kita layangkan ke tergugat melalui Pengadilan Negeri dimana domisili tergugat, kita dapat menuntut agar uang kita dapat dikembalikan beserta dengan biaya-biaya yang sudah dikeluarkan dan juga ganti rugi dan bunga.

Dasar Hukumnya Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi :
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”


Jika anda ada masalah Hutang Piutang dan anda akan dipidanakan oleh pihak yang memberi hutang maka silahkan konsultasi dengan kami melalui WA di : 0813.17.906.136 Kami akan membantu anda untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Share:

Perma No 13 Tahun 2016 Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi

Berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 Perma No. 13 Tahun 2016 disebutkan bahwa :

Pasal 4
(1) Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana Korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang Korporasi. 

(2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain : 
a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi;
b. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau 
c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana. 

Pasal 5
Dalam hal seorang atau lebih Pengurus Korporasi berhenti, atau meninggal dunia tidak mengakibatkan hilangnya pertanggungjawaban Korporasi.
Share:

Jasa Konsultan Pajak Murah

Kami menyediakan jasa konsultan pajak dengan harga murah dan terjangkau. Jika anda ingin mencari jasa konsultan Pajak murah namun bagus di daerah Jakarta, anda dapat menghubungi kami di WA : 0813.17.906.136

Jasa Konsultan Pajak kami murah namun berkualitas. Segera hubungi kami untuk membantu permasalahan Pajak anda atau Pajak Perusahaan Anda. 

Jasa Konsultan Pajak di Jakarta
Share:

Pengacara Perceraian di Jakarta

Anda membutuhkan jasa pengacara perceraian untuk di daerah Jakarta ? kami bisa membantu anda untuk mengatasi masalah perceraian yang dihadapi. Pengacara kami akan membantu anda untuk menyelesaikan masalah perceraian di Pengadilan Agama. Cukup dengan WA kami di : 0813.17.906.136 kami akan menghubungkan dengan kolega pengacara perceraian dengan segera kepada anda. Kami akan memberikan palayanan yang terbaik untuk mencarikan jalan keluar dan solusi yang dihadapi.
Share:

Perjanjian Jual Beli dengan Tempo Pembayaran Namun Lewat Tempo pembayarannya Bukanlah Termasuk Penipuan 378 KUHP

Tindak pidana penipuan diatur di dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi : "Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun".

Namun, jika suatu perjanjian jual beli dengan adanya termin pembayaran atau tempo waktu pembayaran namun tidak bisa ditepati/wanprestasi ini bukanlah merupakan sebuah penipuan, karena hal ini merupakan bentuk perjanjian perdata yang diawali dengan perjanjian jual beli hal ini sebagaimana tertuang dalam yurisprudensi Mahkamah Agung sebagai berikut : MA No.39 K/Pid/1984 tanggal 28 Agustus 1984
"Hubungan hukum yang terjadi antara terdakwa dengan saksi merupakan hubungan perdata dalam bentuk perjanjian jual beli dengan syarat pembayaran dalam tempo 1 (satu) bulan, yang tidak dapat ditafsirkan sebagai tindak pidana penipuan ex pasal 378 KUHP."

Jika anda merasa dituduh dengan penipuan bisa konsultasi masalah hukum ini dengan kami melalui WA : 0813.17.906.136
Share:

Pengertian Lex Scripta, Lex Stricta dan Lex Certa

Prinsip hukum itu haruslah tertulis (lex scripta), harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta), dan tidak multitafsir (lex certa).
Share:

Jasa Konsultasi Penulisan Skripsi di Bidang Hukum

 Kami menawarkan jasa konsultasi skripsi hukum.

Anda mahasiswa akhir fakultas hukum ? bingung untuk memulai mendatangkan ide untuk penulisan skripsi hukum ? bingung untuk memulai dari mana ? cukup kontak WA kami saja di 0813.17.906.136 kami akan membantu anda untuk menemukan ide-ide penulisan skripsi hukum (catatan : ingat kami hanya membantu mencarikan ide dan membimbing, kami tidak membuatkan). Jika iya anda benar-benar mentok dan ingin menemukan ide-ide penulisan silahkan kontak kami. Kami akan memberikan bimbingan contoh-contoh penulisan skripsi dengan metode analisa yuridis berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Share:

Bagaimana Akibat Hukum Memperdagangkan Barang Palsu/KW

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek pada Pasal 100,102 dan 103 disebutkan sebagai berikut :

Pasal 100
 
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


Catatan : Pada Pasal 100 Ayat (1) ini dijelaskan bahwa jika ada orang yang menggunakan merek pihak lain yang sudah terdaftar untuk jenis barang atau jasa yang sama, misalkan suatu merek X yang sudah terdaftar digunakan oleh oknum tertentu untuk menjual barang yang sama misalkan pakaian dengan menggunakan merek X juga. Maka, pihak yang menggunakan merek X untuk produk bajunya ini bisa dikenakan Pasal 100 ini. Karena yang menggunakan merek X tanpa ijin tersebut telah menggunakan merek X pada jenis barang yang sama yaitu pakaian. Lain halnya jika merek X ini digunakan untuk jenis barang yang berbeda misalkan untuk produk elektronik. 



(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Catatan : Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya adalah adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
Sebagai contoh adalah kasus merek DUNKIN’ DONUTS vs DONATS’ DONUTS di Yogyakarta. yaitu dengan adanya persamaan pada pokoknya dalam bentuk tulisan, bentuk huruf dan kombinasi warna (pink dan oranye) antara merek DONAT’s DONUTS yang dipergunakan sebagai nama restoran (merek jasa) dengan bentuk tulisan dan kombinasi warna merek DUNKIN’ DONUTS.
(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt560aad4d30945/arti-persamaan-pada-pokoknya-dalam-uu-merek)


(3) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).


Pasal 102

Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


Catatan : Pasal 102 ini diperuntukan bagi penjual, namun pasal ini tidak merinci kategori penjual seperti apakah karena pada prakteknya banyak penjual kaki lima juga yang menjual barang-barang bajakan karena desakan ekonomi, sehingga apabila ada pedagang kaki lima yang tertangkap apakah hukuman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 200.000.000 (dua ratus juta) ini memberikan rasa keadilan ? hendaknya yang patut dikenakan adalah distributor besarnya saja, dan pedagang-pedagang kaki lima diberikan penyadaran tentang tidak bolehnya menjual barang-barang bajakan.


Pasal 103
 
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan.




Share:

Jasa Drafting Perjanjian dan Review Perjanjian Perdata

Konsultasihukum24jam menerima jasa drafting perjanjian dan jasa review perjanjian perdata dengan harga yang murah dan terjangkau. Cukup dengan mengirimkan email melalui : konsultasikuhum24jam@gmail.com dan konfirmasi ke WA 0813.17.906.136 konsep perjanjian akan kami buatkan, dan jika pun sudah ada perjanjiannya bisa kita bantu untuk mereviewnya agar bisa diketahui kekurangan dan kelemahannya agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Share:

Kontak Kami :

Email : info@konsultan-hukum.com dan konsultasihukum24jam@gmail.com

Konsultan Kekayaan Intelektual

IPLC Law Firm

Legal Trust

Popular Posts

Blog Archive

Recent Posts