Oleh :
(cand) DR. Indra
Rusmi. SH. MH –
Doktor Ilmu Hukum
Univ Tarumanagara,
Advokat
(e-mail : indrarusmi@gmail.com)
dan
Johan Imanuel. SH - Advokat
(e-mail : johanimanuel85@yahoo.com)
Kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610
memang menarik perhatian publik. Banyak praktisi hukum pun telah memberikan
sudut pandang hukum berkenaan dengan hak ahli waris atau korban kecelakaan pada
kecelakaan tersebut. Mengenai hak yang dimaksud tidak terlepas dari ganti rugi
terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat. Menarik banyak
kalangan untuk mengetahui
bagaimana ganti rugi yang ideal bagi
Korban / Ahli Waris Korban Kecelakaan Pesawat.
Menurut HK. Martono (2007), menjelaskan kecelakaan-kecelakaan
pesawat udara itu dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor manusia
(human), mesin pesawat udara (machine/technical), dan cuaca (weather). Serta
menjelaskan bahwa kecelakaan adalah suatu peristiwa diluar kemampuan manusia
yang terjadi selama berada di dalam pesawat udara dari Bandar udara
keberangkatan ke tujuan, dimana terjadi kematian atau luka parah atau kerugian
yang disebabkan benturan pesawat udara atau semburan mesin pesawat udara atau
terjadi kerusakan structural atau adanya yang perlu diganti atau pesawat hilang
sama sekali.
Berbicara,
ganti rugi
memang tidak lepas dari Hukum Perdata. Ganti rugi dapat timbul
dikarenakan wanprestasi dan/atau perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 dan Pasal 1366.
Berkaitan
ganti rugi kecelakaan pesawat udara. menurut Ahmad Sudiro, dalam desertasi yang berjudul Ganti Rugi Kecelakaan Pesawat Udara (studi
perbandingan AS-Indonesia), menjelaskan terhadap hubungan antara
perusahaan dengan penumpang dalam perjanjian penyelenggaraan penerbangan yang
mengatur hak dan kewajiban. Dan hubungan terhadap perusahaan produsen pesawat
udara dengan penumpang sebagai konsumen. Serta hubungan antara perusahaan
asuransi dengan penumpang.
Penjelasan
tersebut selaras dengan teori ilmu
hukum, secara umum dikenal Konsep Tanggung Jawab Hukum
tanggung jawab hukum berdasarkan keadilan dan tanggung jawab berdasarkan melawan
hukum. Sedangkan secara khusus terkait dengan kecelakan pesawat, maka konsep tanggung jawab hukum yang berlaku dalam penerbangan yaitu tanggung jawab hukum berdasarkan
kesalahan (based on fault liability),
tanggung jawab hukum atas praduga bersalah (presumption
of liability), dan tanggung jawab hukum mutlak (strict liability).
Berdasarkan
hal diatas, maka dikenal tiga model ganti rugi dalam kecelakaan pesawat yaitu
ganti rugi oleh perusahaan penerbangan, ganti rugi oleh produsen pesawat dan
ganti rugi oleh asuransi.
Ganti
Rugi Oleh Perusahaan Penerbangan
Ganti rugi
secara mediasi dan litigasi. Mediasi artinya penyelesaian dengan memberikan
ganti rugi dengan nilai tertentu yang diterima oleh korban/ahli waris.
Sedangkan litigasi artinya penyelesaian melalui mekanisme gugatan ke Pengadilan
Negeri. Hal ini pernah dilakukan oleh korban dalam peristiwa kecelakaan tergelincirnya
pesawat udara sampai keluar landasan pacu Bandar udara karena hujan milik PT.
Lion Air jenis MD-82 jurusan Jakarta-Solo dengan nomor Penerbangan JT-538
(detik.com : 2007).
Ganti
Rugi Oleh Produsen Pesawat
Ganti
rugi ini pernah dilakukan oleh produsen Pesawat kepada Ahli waris dari penumpang yang
meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara milik PT. Garuda Indonesia
dengan nomor penerbangan GA-152 yang terjadi di Sibolangit Deli Serdang Medan
pada tanggal 26 September 1997. Dalam http://www.wisner.law.com/articles/Adam_crash_indonesian.html,
(8 April 2003, hal 3) menjelaskan kasus
ini merupakan kejadian kecelakaan pesawat
udara akibat cacat produk yang dioperasikan
oleh PT. Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 152 jatuh dan terbakar. Dalam
kasus ini Penggugat yang merupakan ahli waris dari
penumpang yang meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat udara itu melalui kuasa hukumnya dari Nolan
Law Firm Group menyatakan bahwa Tergugat (Produsen) wajib bertanggung jawab terhadap
cacat design produk Ground Proximity
Warning System (GPWS) yang dipakai pada penerbangan pesawat udara Garuda
Indonesia GA 152 tersebut. Selain itu Penggugat menyatakan bahwa Tergugat
(Produsen) melakukan
kelalaian dalam memberi peringatan adanya cacat produk. Ganti rugi
akhirnya diterima oleh Penggugat sebesar
US 800.000,- (delapan ratus ribu dollar America) per orang yang dibuat dalam perjanjian
pembayaran ganti kerugian, dengan menerapkan teori tanggung jawab mutlak (strict liability).
Ganti
Rugi Oleh Perusahaan Asuransi
Dari berbagai
sumber yang diperoleh oleh penulis, ganti rugi terhadap Korban/Ahli Waris
mutlak diperoleh pula dari Asuransi baik Asuransi Perjalanan Yang Ditanggung
oleh Negara (Asuransi Jasa Raharja) maupun Asuransi Perjalanan Yang Dibeli oleh
Penumpang sebelum keberangkatan.
Kedua bentuk
ganti rugi pernah dilakukan dalam Kejadian kecelakaan pesawat udara Boing 737-200 milik PT.
Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI-091 yang jatuh di Padang Bulan
daerah polonia medan tanggal 5 September 2005, ahli waris berhak untuk mendapat
kerugian dari Asuransi Jasa Raharja sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dari
setiap penumpang yang meninggal dunia dan bagi penumpang yang mengalami cacat
tetap mendapat Rp. 25.000.000,- ( dua puluh lima juta rupiah).
Sedangkan terhadap
penumpang yang
telah membeli produk pembelian Asuransi Jiwa (Jasindo Pelangi) pada counter Asuransi Jasindo di Bandar polonia Medan masing-masing sebesar Rp.
10.000,- (sepuluh ribu rupiah), sebelum melakukan perjalanan. Maka ahli waris
berhak untuk memperoleh ganti kerugian dari PT. Asuransi Jasa Indonesia sebagai
penanggung sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari masing-masing
tertanggung, sehingga ahli waris tertanggung menerima jumlah ganti rugi dari
perusahaan asuransi sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
Penutup
Dalam
ganti rugi terhadap korban/ahli waris korban kecelakaan pesawat dapat
diberlakukan tiga model ganti rugi yaitu ganti rugi dari/kepada perusahaan
produsen pesawat, perusahaan penerbangan dan perusahaan asuransi. Ganti rugi
tersebut merupakan ganti rugi yang ideal.