Advokat, Konsultan Hukum, Konsultan HKI, Kurator dan Pengurus WA : 0813.17.906.136

Showing posts with label Artikel Hukum. Show all posts
Showing posts with label Artikel Hukum. Show all posts

Prosedur PK Perkara Pidana




  1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang merupakan putusan pemidanaan, terpidana. atau ahli warisnya dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dan dapat dikuasakan kepada Penasihat Hukumnya.
  2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.
  3. Permohonan Peninjauan Kembali tidak dibatasi jangka waktu.
  4. Petugas menerima berkas perkara pidana permohonan Peninjauan Kembali, lengkap dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan memberikan tanda terima.
  5. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya atau Penasihat Hukumnya beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon.
  6. Dalam hal terpidana selaku pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas dengan membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali.
  7. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan Kembali, wajib memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan Kembali tersebut kepada Penuntut Umum.
  8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan memberikan pendapat apakah alasan permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
  9. Dalam pemeriksaan tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat didampingi oleh Penasehat Hukum dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya sebagai Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
  10. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh terpidana yang sedang menjalani pidananya, Hakim menerbitkan penetapan yang memerintahkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan dimana terpidana menjalani pidana untuk menghadirkan terpidana ke persidangan Pengadilan Negeri.
  11. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera. Berdasarkan berita acara pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera.
  12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan.
  13. Permohonan Peninjauan Kembali yang terpidananya berada di luar wilayah Pengadilan yang telah memutus dalam tingkat pertama:
    1. Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama;
    2. Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama dengan penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan, kepada Pengadilan Negeri tempat pemohon Peninjauan Kembali berada;
    3. Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta bantuan pemeriksaan;
    4. Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah memutus pada tingkat pertama;
  14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat¬-surat dan saksi-saksi yang sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan Pengadilan di tingkat pertama.
  15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan selesai, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke Mahkamah Agung. Tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan Jaksa.
  16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah putusan Pengadilan Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan Berita Acara Pemeriksaan serta Berita Acara pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding yang bersangkutan.
  17. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah disahkan oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
  18. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja (pasal 268 ayat 3 KUHAP).


Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 8-11.

Share:

Hak Buruh Sebelum Bekerja

Setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang belum bekerja (calon buruh) berhak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan keterampilan yang dapat dipergunakan untuk bekerja. Selain itu, berhak untuk mendapatkan informasi secara terbuka mengenai lowongan pekerjaan.

Sumber : Hukum Perburuhan hal. 153. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia 2014. YLBHI.
Share:

Penjelasan Pasal 220 KUHP dan Pasal 317 KUHP Tentang Pengaduan Palsu

 Penjelasan Pasal 220 KUHP dan Pasal 317 KUHP :

Pasal 220 KUHP:
Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Pasal 317 KUHP:
(1) Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.


Perbedaan kedua pasal tersebut :

Pasal 317 KUHP dilakukan dengan maksud untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, namun jika pengaduan atau pemberitahuan palsu tersebut dilakukan tidak dengan maksud menyerang nama baik seseorang, maka dapat dikenakan dengan Pasal 220 KUHP.
 
Untuk dapat dipidana dengan Pasal 220 KUHP atau Pasal 317 KUHP haruslah terdapat adanya unsur kesengajaan. Menurut pendapat dari R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 173 dan hal. 229), jika pengaduan atau pemberitahuan “palsu” tersebut dilakukan dengan tidak sengaja, misalnya karena keliru atau karena tidak tahu lebih lanjut, tidak dapat dikenakan Pasal 220 atau Pasal 317 KUHP.  

Sumber :  www.hukumonline.com
Share:

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN PASAL 1320 KUHPerdata

1 Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.
2.Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 tahun bagi laki-laki, 16 tahun bagi wanita.
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.
3.Adanya Obyek.
Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
4.Adanya kausa yang halal.
Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Sumber : http://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320-kuhperdata/
Share:

Asas Ius Curia Novit

Asas Ius Curia Novit artinya hakim harus dianggap tahu hukum-hukumnya.
Share:

Perbedaan Judex Factie dan Judex Jurist

Sistem peradilan Indonesia terdiri dari dua tingkat yakni putusan judex factie dan judex jurist. Judex factie ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Sedangkan judex jurist adalah putusan tingkat kasasi yang hanya memeriksa penerapan hukumnya. (Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f9f1ea187343/ada-calon-tak-paham-iius-curia-novit-i)

Dalam hukum Indonesia, Judex facti dan judex jurist adalah dua tingkatan peradilan di Indonesia berdasarkan cara mengambil keputusan. Peradilan Indonesia terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut. Mahkamah Agung hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta dari perkara tersebut.

Umumnya, Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota adalah pengadilan pertama yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara, dan bertindak sebagai judex facti. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding terhadap perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri, dan memeriksa perkara secara de novo. Artinya, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang bukti-bukti dan fakta yang ada. Dengan ini, Pengadilan Tinggi juga termasuk judex facti.
Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta dan bukti-bukti perkara. Mahkamah Agung hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh judex facti. Karena ini, Mahkamah Agung disebut judex juris.

(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Judex_facti_dan_judex_juris) 
Share:

Alat Bukti yang Sah

Dalam ranah hukum pidana, alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yaitu terdiri dari :

1. Keterangan saksi.
2. Keterangan ahli.
3. Surat.
4. Petunjuk.
5. Keterangan terdakwa.
Share:

Azas Legalitas



Dikaji dari substansinya, asas legalitas dirumuskan dalam bahasa Latin sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya), atau nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang), nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana), nullum crimen sine lege (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang) atau nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya) atau nullum crimen sine lege stricta (tidak ada perbuatan pidana tanpa ketentuan yang tegas).

Sumber : ASAS LEGALITAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN KAJIAN PERBANDINGAN HUKUM
Oleh : Oleh: Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H.
Share:

Somasi

1. Pengertian Somasi 
Somasi dalam bahasa Inggris disebut Legal Notice. Somasi biasanya berisi surat teguran, himbauan, atau panggilan dengan nada peringatan. Surat Somasi berisi peringatan bagi pihak yang menerima somasi untuk memenuhi kewajibannya terhadap apa yang telah disepakati bersama antara pemberi somasi dan penerima somasi. Karena sifatnya yang memberi peringatan inilah maka somasi harus dituangkan dalam bentuk surat. Surat Somasi biasanya dibuat 3 (tiga) kali dan setiap jeda waktunya adalah biasanya minimal 7 hari. Masing-masing namanya Surat Somasi I, Surat Somasi II dan Surat Somasi III. Apabila setelah Surat Somasi III namun pihak yang diperingatkan tidak menggubris untuk melaksanakan kewajibannya maka kemudian dilakukan penuntutan hukum baik secara perdata maupun pidana atau hukum lainnya. [1] 

2. Tata cara menyampaikan somasi  
1. Disampaikan tertulis, dengan langsung mengirimkan secara tertulis kepada pihak calon tergugat. 
2. Disampaikan terbuka, dengan cara publikasi di media masa. [2] 

Surat somasi dalam prakteknya dapat dipakai baik dalam perkara perdata maupun pidana, namun dalam perkara pidana somasi hanya merupakan suatu niat baik agar pihak lain dapat memahami posisi dan pandangan/analisis hukum dari si pengirim somasi. 

Sumber : 
1. Somasi dan Akibat Hukumnya http://hendariantolawfirm.blogspot.com/2011/02/somasi-akibat-hukumnya_06.html
2. http://www.negarahukum.com/hukum/somasi-atau-teguran.html 

Keyword :
Somasi, Tata Cara SomasiDasar Hukum Somasi
Share:

Azas-Azas Hukum Pidana

Berikut Makalah Asas-Asas Hukum Pidana Bersumber dari Fakultas Hukum Universitas Riau
Share:

Kontak Kami :

Email : info@konsultan-hukum.com dan konsultasihukum24jam@gmail.com

Konsultan Kekayaan Intelektual

IPLC Law Firm

Legal Trust

Popular Posts

Recent Posts