Advokat, Konsultan Hukum, Konsultan HKI, Kurator dan Pengurus WA : 0813.17.906.136

Jasa Pembuatan Logo Perusahaan dan Pendaftaran Logonya ke HKI

Kami dapat membantu anda dalam proses pembuatan logo perusahaan dan mendaftarkan merek/logo nya ke Kantor HKI, silahkan klik link : www.gudangbranding.com


Share:

The Best of Judicial Review By The Supreme Court

In accordance with the Decision of the Supreme Court (Mahkamah Agung) Number 22 P / HUM / 2018 dated 31 May 2018, it is a progressive development in the Law in Indonesia that Paralegal only have the function of assist an Advocate. In this moment, The Supreme Court decision is one of the best decisions in 2018. Why? Because The Supreme Court is able to provide legal certainty to the function of Paralegal in the development of law in Indonesia. Then, this decision got many attention from all elements of society not only all Advocates. But it cannot be denied that many parties have not been able to accept The Supreme Court Decision because the Decision deemed to hinder access to legal assistance. if it is examined, The Decision have well provide legal certainty. However, all parties must respect the Supreme Court Decision, this has been stated expressly in accordance with Article 8 paragraph (2) of Regulation No. 1/2011 that: "In the case of 90 (ninety) days after the Supreme Court's decision is sent to the State Administration Agency that issues These laws and regulations, it turns out that the official concerned does not carry out his obligations, by law the relevant laws and regulations do not have legal force. So that the nature of the Supreme Court's Decision relating to Paralegals has automatic legal strength even though the Ministry of Law and Human Rights has not yet revoked two things granted on Article 11 and Article 12. By declaring Article 11 and Article 12 of the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 1/2018 (Permenkumham Paralegal) does not have legal force so the Paralegal Function becomes certainy in its position in providing legal assistance.

With the revocation of the two Articles in the Permenkumham Paralegal, in the next step must be a corrective actions which can accommodate the Supreme Court's Decision which has been more than 90 days after it was issued.

Paralegal Function

In the decision of the Judicial Review to Regulation Ministry of Law and Human Rights Number 1/2018, it is emphasized that Paralegals do not carry out advocate functions but carry out the function of assisting Advocates. It is prove the ability between Paralegal and Advocate  so far different and cannot be aligned. Paralegal should say thank you for Advocate and the Supreme Court who have created legal certainty over the Function of Paralegal so that they do not collide with the functions of the Advocate profession and still maintain the position of Paralegal in law in Indonesia. This Supreme Court Decision ruling should be appreciated by all groups because it has achieved three legal objectives namely justice (gerechtigheit), expediency (zwechmaerten), and certainty (rechtssicherkeit.) As stated by a legal expert named Gustav Radburch.

If the function is not canceled in providing legal assistance, it will become a stigma over the position of Paralegal which not good impact for  the supremacy of law in Indonesia and has the potential to confuse the society of the functions of the Paralegal itself, and also about their quality, is it same or not like an Advocate?


Corrective Actions

Big hope from the Applicants of Judicial Review and all Advocates in Indonesia, that the Minister of Law and Human Rights must be revoke immediately of  Article 11 and Article 12 of the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 1/2018 (Permenkumham Paralegal). Then, if both Articles must be conduct to subject of revision, The Minister is better to involve the parties concerned so that the content can be adjusted properly and can be applied properly.

Regarding legal assistance which regulated in Law Number 16/2011 about Legal Aid, it cannot stand alone without a valid Advocate role in accordance with Law Number 18/2003 about Advocate. Then, all of Paralegal training material must be made and supervision by an Advocate to improve their awareness and to know their roles cannot stand alone without an Advocate in litigation and non-litigation matters.

Nevertheless, Paralegal is have a good bumper to the requirements of Paralegal who are not required to Bachelor of Law Degree background and just a minimum age of eighteen years old to learn and understand the basics of procedural law properly. Besides that, it is recommended that Legal Aid Institutions or Organizations that have Paralegal have cooperation and synergy with the Legal Aid Center (Pusat Bantuan Hukum) from Advocate Organizations in Indonesia to work together on compile training materials on Paralegal and instill awareness of Paralegal that Paralegal function as Advocate Assistant.

Some Articles that can be revised in  the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 1/2018 (Permenkumham Paralegal) adjust to the Supreme Court Decision Number 22 P / HUM / 2018. First, Article 11 - 12, revised to adjust the interpretation of the Supreme Court Decision that Paralegal as a function helps an Advocate; Indeed, only Articles 11 and 12 were canceled by the Supreme Court, but Article 13 and 14 also should be revised as long as the Paralegal function could conduct of litigation and non-litigation. Second, regarding the existence of legal aid organizations or organizations, it is certain that those who have valid Advocates who are legal in accordance with Law Number 18/2003 about Advocate as companion, so that the legal services provided are in accordance with applicable law settlement in terms of procedural law and / or regulation in force in Indonesia . This is related to Article 7 to Article 10 preparation of paralegal training materials that are ideal when cooperation and synergy with Legal Aid Center (Pusat Bantuan Hukum) in Advocate Organizations so that Paralegal know their functions to help an Advocate both litigation and non-litigation in legal aid.


Written By Johan Imanuel, S.H.
Advocate 
Partner Law Firm Bireven and Partner

Share:

Mitigasi Resiko Hukum dalam Proyek Pengadaan

Pengadaaan barang dan jasa pemerintah merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai wujud dari pelaksanaan tugas kenegaraan dalam mensejahterakan kehidupan rakyatnya, pemerintah berupaya menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh rakyat dalam menjalankan kehidupannya terutama  dalam memenuhi kebutuhan pokok dan rasa aman.

Untuk itulah berbagai regulasi yang mengatur perihal pengadaan barang / jasa pemerintah dibentuk sebagai jaminan kepastian hukum bagi pelaksananya, maupun memberikan perlindungan kepada masyarakat banyak, terutama pengusaha kecil, dan menengah sebagai lapirsan masyarakat yang mayoritas. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan mewujudkan kestabilan pertumbuhan ekonomi bangsa dan negara.

Seiring dengan perkembangan pasar dan dunia bisnis yang cukup pesat,    magnitude pengadaan barang/jasa pemerintah semakin kompleks dengan nilai pengadaaan yang semakin membesar setiap tahunnya. Berbagai regulasi yang ada dibentuk untuk mengatur sedetail mungkin proses pengadaan, sehingga tercipta rasa aman bagi penyedia dan pemerintah itu sendiri. Pemanfaatan peluang melalui tekhnologi menjadi faktor penunjang utama dalam proses pengadaan. Hal inilah yang melatar belakang-i diterbitkannya perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang diundangkan pada 2 Maret 2018.

Dengan kompleksitas pengadaan barang / jasa menjadikan mengaitkan kegiatan ini dengan berbagai aspek hukum, baik perdata, administrasi negara, dan pidana. Oleh karenanya agar tercipta kondisi yang aman dan tertib dalam proses hingga akhirnya diperlukan mitigasi hukum sebelum merencanakan sebuah pengadaan.  Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko, dalam hal ini adalah risiko menyimpangan terhadap ketentuan perundangan sehingga mengandung ancaman didalamnya sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan berujung pada dakwaan atau gugatan di pengadilan. Oleh karenanya menurut Dr. Dian Puji NS., sebagai upaya mitigasi risiko hukum setidaknya perlu melakukan beberapa upaya hukum diantaranya :
Pengenalan peraturan perundang-undangan terkait dengan ketaatan hukum;

Pengenalan ketentuan – ketentuan pengadaan dan pengaruhnya dalam pengambilan tindakan hukum pengadaan dalam perspektif hukum administrasi negara;

Pengenalan kerugian negara sebagai mal-administrasi yang termasuk risiko hukum dan kerugian negara sebagai perbuatan melawan hukum pidana formal.

Kompleksitas peraturan perundang-undangan mewajibkan para pelaku pengadaan semakin waspada untuk mengambil sebuah kebijakan. Sebelum menandatangani kontrak pengadaan hendaknya penyedia memperhatikan secara menyeluruh isi dan format kontrak kerja pengadaan tersebut. Meskipun menjadi ranah hukum perdata karena menyangkut kesepakatan yang terjadi antara individu dengan individu meskipun pemerintah dalam hal ini, namun wanprestasi atas pelaksanaan pekerjaan menjadi wilayah hukum pidana apabila terdapat kerugian negara didalamnya. Oleh karenanya memang tepat jika metode yang dipilih dalam hal terjadi wanprestasi adalah penyelesaian sengketa secara alternatif. Sebagaimana diamanahkan dalam Perpres No. 16 tahun 2018 Pasal 85, bahwa penyelesaian sengketa kontrak dapat melalui pengadilan maupun luar pengadilan dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah). 

Adapun alokasi risiko yang perlu diadakan mitigasi diantaranya  terjadi terhadap :

Pengguna Anggaran (PA)

Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pejabat Pengadaan

Kelompok Kerja Pemilihan (KKP)

Agen Pengadaan

Pejabat / Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan

Penyelenggara Swakelola

Oleh karenanya untuk meminimalisir risiko hukum pengadaan perlu diadakan :

Pendidikan dan pelatihan

Pendampingan Hukum dalam hal penyusunan KAK,RAB,HS

Review Spesifikasi tekhnis dan kontrak kerja, serta pendapat ahli kontrak

Advokasi kebijakan melalui perda tentang pengadaan publik

Jika telah terjadi risiko hukum maka tindakan yang dapat dilakukan adalah mencari pendampingan ditahap litigasi baik di Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Umum, Maupun Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan Arbitrase Nasional serta Internasional. 


INTAN NUR RAHMAWANTI SH.MH.CPL.CTA.
Intan.nr.only@gmail.com / 0821 16 15 66 77
(Anggota Assosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia)





Share:

Hukum Pidana dalam Perkawinan

Setiap orang pasti menginginkan terjadinya suatu Perkawinan. Tidak ada yang tidak ingin hidup menyendiri terkecuali apabila memiliki alasan atau tujuan khusus. Berbicara mengenai Perkawinan tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian serta tujuan dari Perkawinan itu sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pengertian serta tujuan mengenai Perkawinan tercantum didalam Pasal 1 yang berbunyi : 
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Tujuan dari Perkawinan pun tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 3, yang berbunyi :
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.”
Namun terkadang apa yang menjadi tujuan dari Perkawinan yang telah disebutkan diatas justru berbanding terbalik dengan realita atau kenyataannya, tidak sedikit didalam suatu Perkawinan muncul konflik-konflik yang berkepanjangan dimana dapat menimbulkan putusnya suatu Perkawinan. Didalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan : 
“Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. atas keputusan Pengadilan.”
Perceraian adalah sebuah peristiwa hukum dimana dapat dipastikan menimbulkan akibat hukum, yakni timbulnya Hak Asuh Anak lalu Harta Bersama atau Harta Gono Gini. Yang memprihatinkan adalah bahwa dari tahun ke tahun terdapat kenaikan angka terhadap Perceraian yang sangat signifikan sekali.
Sekilas mengenai Hak Asuh Anak, dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa :
“Dalam hal terjadinya perceraian :
a. pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
Lalu mengenai Harta Bersama, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan mengenai Harta Bersama, yakni dalam Pasal 35 yang berbunyi :
“(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
 (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”
Perkawinan itu sendiri memiliki 2 (dua) sifat yakni monogami dan poligami. Monogami itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni “monos” yang berarti satu dan “gamos” yang berarti perkawinan jadi monogami dapat diartikan pernikahan seseorang yang hanya pada satu pernikahan dan hanya memiliki seorang isteri.
Sedangkan poligami itu sendiri mengutip dari buku “Fiqih Munakahat” karangan Abdul Rahman Ghozali, kata poligami itu terdiri dari dua kata yakni “poli” dan “gami”, dimana secara etimologi “poli” berarti banyak dan “gami” berarti isteri dan secara terminologi, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu isteri atau seorang laki-laki beristeri lebih dari seorang tetapi dibatasi paling banyak 4 (empat) orang. Dalam bahasa Yunani, poligami itu sendiri terdiri dari “polus” yang berarti banyak dan “gamos” yang berarti perkawinan. 
Di Indonesia sendiri Perkawinan dapat dikatakan bersifat monogami, sebagaimana tercantum didalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi
“(1) Pada asasnya seorang pria hanya memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.”
Akan tetapi asas monogami dalam pasal diatas ini tidak bersifat mutlak, yang berarti hanya memberikan pengarahan pada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit dan mempersempit praktek poligami dan bukan menghapus praktek poligami itu sendiri.
Secara yuridis formal, Poligami diatur didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Patut diperhatikan bahwa Poligami itu sendiri memiliki beberapa ketentuan persyaratan yang harus dipenuhi karena pada kenyataannya di Indonesia ini tidak sedikit yang melakukan poligami dengan “diam-diam” dan kebanyakan poligami dilakukan bukan di hadapan Pengadilan.
A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan :
“(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.”
Lalu dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan :
“(1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian;atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.”
B. Kompilasi Hukum Islam
Dalam Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
“(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.”
Kemudian dalam Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
“(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.”
Pemaparan yang telah diuraikan diatas berlaku untuk semua kalangan masyarakat tidak terkecuali kalangan masyarakat yang termasuk kedalam ruang lingkup anggota Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta khususnya kalangan masyarakat yang beragama Islam sedangkan untuk yang beragama non-Islam berlaku peraturan yang berbeda namun tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bagi kalangan masyarakat yang termasuk kedalam ruang lingkup anggota PNS, maka berlaku aturan tambahan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 menyatakan :
“(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang.”
Bagi kalangan PNS pun berlaku beberapa syarat yang harus dipenuhi apabila ingin melakukan praktek Poligami, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan:
“(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini;
(2)   Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(3)   Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah:
a. ada persetujuan tertulis dari isteri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(4)   Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila:
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dari ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau
e. ada kemungkinan menganggu pelaksanaan tugas kedinasan.”
Bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil berlaku sanksi apabila melanggar ketentuan yang berlaku sebagaimana telah disebutkan di atas, yakni dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil menyatakan :
“(1) Pegawai Negeri Sipil yang melanggar salah satu atau lebih kewajiban/ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 14, tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dan tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.”
Namun perlu diketahui bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Adapun yang menjadi jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menyatakan :
“(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.”
Diatas telah disinggung sedikit mengenai kecenderungan yang terjadi di Indonesia mengenai praktek Poligami yang dilakukan dengan cara “diam-diam”. Mengacu oleh karena sikap yang “diam-diam” tersebut maka dapat diasumsikan bahwa terjadi pelanggaran dalam ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang telah diuraikan sebelumnya.
Kecenderungan praktek Poligami yang dilakukan secara “diam-diam” ini tidak sedikit terjadi di Indonesia, dimana suatu perkawinan yang pertama masih secara sah tercatatkan di mata hukum namun tanpa menghiraukan syarat2 yang berlaku melakukan perkawinan kedua/ketiga/keempat. Dengan demikian dapat dikatakan terjadi sebuah peristiwa hukum yakni menyembunyikan identitas Perkawinan.
Oleh karena itu perbuatan tersebut dapat dijerat Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan : 
“(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun :
1.barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2. barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
 (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat (1) butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
 (3) Pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan."
Namun dalam hal penjeratan dengan pasal ini terhadap perbuatan tersebut harus dipahamj terlebih dahulu apakah masuk kedalam beberapa unsur yang ada dalam pasal ini atau tidak. Dalam pasal 279 terdapat unsur sebagai berikut :
1. Unsur subyektif yakni “barangsiapa”;
2. Unsur obyektif yang terdiri dari 4 (empat) macam yakni :
  a. Mengadakan perkawinan;
  b. Mengetahui perkawinan-perkawinannya yang telah ada;
  c. Mengetahui perkawinan-perkawinan pihak lain;
  d. Adanya penghalang yang sah.
Pada pasal 279 ini menjelaskan tentang tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja melakukan perkawinan yang kedua dan dimaksudkan tidak memberitahukan perkawinan yang kedua pada perkawinan yang pertama yang masih bersifat sah di mata hukum (belum terjadinya suatu perceraian atau putusnya perkawinan).
Menurut buku “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” karangan R. Soesilo, menjelaskan bahwa suatu syarat supaya orang dapat dihukum menurut pasal ini ialah orang itu harus mengetahui, bahwa ia dulu pernah kawin dan perkawinan ini masih belum dilepaskan (belum ada perceraian).
Jadi dalam kesempatan ini, kamj berharap bahwa dapat membuka sedikit mengenai ketentuan-ketentuan mengenai Perkawinan, dimana sesungguhnya Poligami diperbolehkan hanya apabila memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagaimanan yang telah diuraikan diatas dan apabila ternyata terbukti melanggar maka sanksi pidana menanti didepan mata karena pada umumnya hampir sebagian besar kalangan masyarakat tidak mengetahui sanksi pidana ini, mungkin dikarenakan kurangnya sosialisasi mengenai sanksj hukum tersebut.
Semoga artikel ini dapat membantu meski diluar dari kata sempurna.

Penulis :

Indra, S.H (BOGOR)
Kantor Hukum :
Indra, S.H & Partners
Jl. Pahlawan Gg. Masjid No. 22 RT.04 RW.09 Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Jawa Barat Indonesia
HP : 0813.1061.5187 WA : 0877.8470.9450
Email : ipartnerslawoffice@gmail.com



 
Share:

Daftar Advokat/Konsultan Hukum Konsultan-Hukum.com


1.  ACS Lawyer (Jakarta)
Hukum Pidana - Hukum Perdata - Hukum Keluarga - Hukum Bisnis - Hukum HKI - Perizinan dll

Jl. Jabir No. 43D RT.05 RW. 07 Kelurahan Ragunan Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan 12550 WA : 0813.17.906.136 Email : info.acslawyer@gmail.com


2. Konsultanki.com (Jakarta)
Daftar Paten - Daftar Merek - Daftar Desain - Pencatatan Hak Cipta - Litigasi HKI - Drafting Perjanjian HKI - Komersialisasi HKI


Advokat dan Konsultan HKI
Email : info@konsultanki.com website : www.konsultanki.com WA : 0813.17.906.136


3. Heri Sudaryanto, S.E., S.H. (KARAWANG)

Kantor Hukum :
Heri Sudaryanto & Partners
Jl. Arif Rahman Hakim Blok C No. 45 Kompleks Pertokoan KAI Kabupaten Karawang
Email : lawoffice.hs@gmail.com
HP/WA : 0852.897.29671






4. Andi Galih, S.H (CIANJUR)  
Kantor Hukum :
GLH.ANDI & PARTNERS
Jl. Otto Iskandardinata Cluster Bojongherang D3 Cianjur
Email : glhandi@yahoo.com
HP/WA : 0819.12135234


 




5. Muslimin, S.Sy (SAMARINDA)
Kantor Hukum :
Muslimin, S.Sy., M.H. C.L.A & Partners
Jl. Kebon Agung RT. 48 Cluster Anggi 01, No. 59 Gunung Kapur II Perum Bumi Alam Indah/ Komp. Perumahan Korem, Kel. Lempake Kec. Samarinda Utara Kota Samarinda Prov. Kalimantan Timur
HP/WA : 0812.500.1989
Email : musliminbesar@gmail.com




6. Indrawansyah, S.H, CIL (SURABAYA)


Kantor Hukum : 
Indra Nobile Law
Graha Pena Jawa Pos Lt. 12 No. 1206 
Jl. A Yani No. 88, Surabaya, Jawa Timur 
HP/WA : 0859.345.424.66

7. Indra, S.H (BOGOR)
Kantor Hukum :
Indra, S.H & Partners
Jl. Pahlawan Gg. Masjid No. 22 RT.04 RW.09 Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Jawa Barat Indonesia
HP : 0813.1061.5187 WA : 0877.8470.9450
Email : ipartnerslawoffice@gmail.com







 

8. Nurul Huda, S.H (GARUT)
Kantor Hukum : 
Nurul Huda S.H & Rekan
Jl. Limbangan Selaawi Kp. Cirapuhan Desa Cirapuhan Kec. Selaawi Garut
Email : nh73483@gmail.com
FB : Nurul Huda (hudhud)
IG : Derianoqueensha
HP/WA : 0821.2253.9991 





 

 

 

 

 



 


9. Antonius Adi Satria, S.H (BEKASI & TEGAL)

Kantor Hukum :
ADA Law Firm
Perum Bumi Bekasi Baru Rawalumbu
Jl. Jambore II Blok V No. 94, Bojong Rawalumbu - Bekasi Timur 17116 
Jl. Kol Sugiarto No. 21 Kel. Panggung Kota Tegal Jawa Tengah 
Email : ada.lawfirm@gmail.com
             antoniusadi.satria@gmail.com
HP : 085695410689
        085719780055











10. Zentoni, S.H., M.H (JAKARTA & BOGOR)



Kantor Hukum :
Zentoni., S.H., M.H & Partners
(Advokat, Kurator & Pengurus)
Kebagusan City 1 KA-21A
Jl. Baung No. 1, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta 12520
HP/WA : 0813.174.220.70










11. Zico Junius Fernando, S.H., M.H (BENGKULU)
Kantor Hukum :
Iskandar Fernando & Fellas Law Firm
Jl. Pari No 77 Kelurahan Berkas Teluk Segara Bengkulu
HP/WA : 0812.1874.4744/0852.888888.18
Email :zhejun90@yahoo.com









12. Tri Sandhi Wibisono, S.H., M.H (SIDOARJO)
Kantor Hukum : Sandhi Wafa & Partners
Conselors & Attorneys at Law
Kompelek Ruko Puri Indah, Blok RK-10 & RK-24 Raya Cemengkalang, Sidoarjo
Email : trisandhiw@gmail.com
HP/WA : 081 336 668 739 
 
13. Intan Nur Rahmawanti, S.H., M.H, CPL., CTA (YOGYAKARTA & TANGGERANG SELATAN)
Kantor Hukum : Rahmawanti & Associates
1. Jl. Gowongan Kidul No. 30 Jogyakarta
2. Perum Puri Kenari No. 83 Jl. Perumnas Mundusaren, Seturan Jogyakarta
3. Taman Crysant 2 Blok N 12 - 6 (BSD) Tanggerang Selatan  15311 Banten
Email : intan.nr.only@gmail.com
HP/WA : 08211.6156.677 - 0815.7899.7046





14. Adv. Ibrahim, S.H., CLA., CLI (MAKASAR & JAKARTA)
      Mahyuddin Jamal, S.H. CLA., CIL
      Syamsul Alam, S.H.

Kantor Hukum : AN Lawboratories & Associates

Jl. Kompleks Pesona Kampus Blok F1 No. 13 Kelurahan Tamalanrea Indah, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makasar

 

Apartemen Kalibata City, Tower Gaharu Unit G-06 BH
Jl. Kalibata Raya No. 1 Rawa Jati, Pancoran DKI Jakarta 12750
Email : anlawboratories@gmail.com
HP/WA : 0852.5596.3881


15. Ade Manansyah, S.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : Ade Manansyah, S.H & Rekan
Alamat : Jl. Taman Sereal XIII No. 8 RT. 05/11 Tanah Sereal, Tambora Jakarta Barat 11210
HP/WA : 0812.8888.4716







16. Nasuka Abdul Jamal, S.H., CIL (KLATEN)
Kantor Hukum Legal Trust
Jl. Pemuda Selatan No. 47 Klaten Jawa Tengah
HP/WA : 0811.2992.330/081667.2330





17. Yayat Supriyatna, S.H. (JAKARTA)
Kantor Hukum : SYS - Law Sugianto Yuadiman Supriyatna & Rekan









18. Benny Dwi Ferrianto, S.H. (JOMBANG)
Alamat : Jl. Soekarno Hatta No. 19 A Keplaksari - Peterongan Jombang Jawa Timur 61481
HP/WA : 081.359.211.018/085.736.008.164



19. Nur Yuadiman, S.H., M.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : SYS - Law Sugianto Yuadiman Supriyatna & Rekan
Alamat : Kamal Residence, Jl. Kebun Dua Ratus No. 6 Kamal Kalideres Jakarta Barat 11810
Telp (021) 55951064
HP/WA : 0812.9838.6888





20. Abdullah Asyiq, S.HI, CIL (KUDUS)
Kantor Hukum : Tn. Doel & Partners
Alamat : Megawon RT. 02 RW.03 No. 42 Kec. Jatikudus Jawa Tegah
HP/WA : 081.127.4746
Email : asyiqjpr@gmail.com








21. Sholahuddin M Padang, S.H (MEDAN)
Kantor Hukum : Sholahuddin M. Padang & Rekan
Alamat : 
Jl. B. Zein Hamid No. 16-A Titi Kuning - Medan
Jl. Pertahanan Ujung No. 6 Pasar VII Patumbak I - Deli Serdang
HP : 0812.8455.6737 - 0813.7716.1896
Email : sholahuddinmahmudpadang@gmail.com



22. Arief Budiman, S.H (BANDUNG)
Kantor Hukum : Irfan Arifian, S.H & Rekan
Alamat :
Jl. Pualam No. 17 Buahbatu Bandung 40265
HP/WA : 0859.5672.7181
Email : ariefbudiman0981@gmail.com



23. Deni Wahyudin, S.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : Denny Wahyudin, S.H & Partners
Alamat :
Jl. Andong No. I No. 37 RT. 05/RW. 06 Kota Bambu Selatan Palmerah Jakarta Barat 11420
HP/WA : 0819.1258.0841
Email : deniwahyudin.lawyer@gmail.com




24. Eddy Haryanto, S.H. (CIANJUR)
Kantor Hukum : Eddy Haryanto, S.H
Alamat :
Perum PEPABRI Pasir Sembung Blok B.18 Cianjur
HP/WA : 0878.2208.5997, 0857.2092.8234




25. Hendra Effendi Sinaga, S.H (MEDAN)
Kantor Hukum : Hendra Effendi Sinaga & Rekan
Alamat : Jl. Multatuli Lorong II No. 9 Kel. Hamdan Kec. Medan Maimun
HP/WA : 0813.7084.3175





26. Bonar Pandapotan Silalahi, S.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : BNR & Partners Law Firm
Alamat : Jl. Lagoa Terusan Gg. IV D1/IV RT. 004/003 Kel. Lagoa Kec. Koja Jakarta Utara
Email : bonarsilalahi.bs@gmail.com
HP/WA : 0821.6520.2508/0813.1104.4494




27. Fandy Sanjaya, S.H. (NTB)
Kantor Hukum : F.S.Y & Partners
Alamat : Graha  Dekopinwil Lt. 1 Jl. Bung Karno No. 30 - Mataram - NTB
Email : FSY.Partners09@gmail.com
HP/WA : 0812.3375.2809/0877.5112.0729



28. Adv. Deni Wijaya, S.H (CIKARANG)
Kantor Hukum : Adv. Deni Wijaya, S.H dan Partners
Alamat : Jl. Lilingir RT/RW 002/005 Cipayung Cikarang Timur 
Email : deni_32@rocketmail.com
HP/WA : 0857.1475.6338


29. Sulhadi, S.H (MAKASAR)
Kantor Hukum : Sulhadi, S.H.
Alamat : Jl. Minasa Upa Komp. Griya Minasa Sari Blok C No. 3 Kel. Gunung Sari Kec. Rappocini Kota Makasar
Email : Suhaldy.sh.sh@gmail.com
HP/WA : 0823.936.51.774



30. Adv. Eko Cahyo Hadi Saputra, S.H. (BANDUNG)
Kantor Hukum : Al Hadi & Associates
Alamat : Rancaekek Permai RT. 02 RW. 18 Rancaekek Wetan Kab. Bandung
Email : ekocahyo_h@yahoo.co.id
HP/WA : 0812.2066.8942 



31. Ni Luh Putu Aryani, S.H., M.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : AGP & Partners
Alamat : Strata Office Suites Epicentrum Walk (Epiwalk Office) Unit Nomor O521A Lt. 5 
Jl. HR. Rasuna Said Kuningan - Jakarta Selatan 12940
HP/WA : 0812.8347.1179
Email : infoagp@agp-lawfirm.com



32. Saur Oloan Hamonangan Situngkir, S.H., M.H, CLA, CIL, CPL (SAMARINDA)
Kantor Hukum : Tumpak Parulian Situngkir, S.H, M.H, CLA
Jl. H.M Ardans (Ring Road III) No. 52 RT.01 Kel Sempaja Kec. Samarinda Utara Kota Samarinda - Kalimantan Timur
HP/WA : 0822 2777 0892
Email : sauroloansitungkir@yahoo.com


33. Nuning Tyas Widyowati, S.H (JAKARTA)
Kantor Hukum : Nuning Tyas Widyowati, S.H & Partners
Menteng Square TC -26 Jl. Mataram Raya 30 E Jakarta Pusat
HP/WA : 0813.3488.9555
Website : www.nuningtyas-advokat.com
Email : ningtyas.adv09@gmail.com




34. Sihar Luther Saga, S.H., M.H (Jakarta)
Advokat/Konsultan Hukum
HP/WA : 0852 9670 0629
Email : luthersagamanalu@gmail.com



35. Salman, S.H (Jakarta)
Advokat & Konsultan Hukum
Jl. Tanjung No. 21, Jatipulo, Jakarta Barat 11430
HP/WA : 0812.1041.4502
Email : salman.ristiawan@gmail.com






Share:

Kontak Kami :

Email : info@konsultan-hukum.com dan konsultasihukum24jam@gmail.com

Konsultan Kekayaan Intelektual

IPLC Law Firm

Legal Trust

Popular Posts

Recent Posts